Sikap Terhadap Keunikan Adat Istiadat Daerah Tertentu Di Indonesia.
MANGALEHEN MARGA
Oleh Nurbaity Febrisani Rambe
Keberagaman agama,suku dan budaya sudah menjadi ciri khas pemersatu bangsa Indonesia di mata dunia. Dan bahkan dengan kekayaan yang dimiliki Indonesia, tidak ada negara lain yang mampu menandingi. Misalnya walaupun ada beberapa agama di Indonesia, Indonesia adalah negara yang menjunjung tinggi toleransi antar agama. Tersebarnya 300 lebih suku di Indonesia menjadikan Indonesia, memiliki kekayaan akan budaya.
Setiap suku memiliki adat istiadat. Adat istiadat adalah perilaku budaya dan aturan-aturan yang diterapkan dalam masyarakat secara turun-menurun. Adat istiadat bersifat lokal sehingga adat suatu daerah dapat berbeda dengan daerah lain. Contoh adat istiadat dalam masyarakat batak “Mangalehen Marga”
Kisah ini menceritakan anak muda dari daerah Provinsi Jakarta bersuku Betawi, yang meminang gadis cantik bersuku Batak Angkola dari Provinsi Sumatera Utara bermarga Siregar. Kedua insan ini telah sah dimata Agama dan Hukum dala ikatan pernikahan. Tetapi yang menjadi kendala bagi keluarga perempuan yang sangat kental dengan tradisi adat istiadat, menjadikan beberapa kendala dalam setiap mengikuti acara adat, dikarenakan sang lelaki masih berstatus suku betawi.
Dalam masalah ini keluarga mengambil keputusan yang disetujui oleh keluarga besar lelaki yang bersuku betawi dan keluarga perempuan yang bersuku batak, agar suatu saat ketika ada upacara adat tidak memilki kendala dimata tokoh adat, dan terlebih keturunan garis batak tetap akan bisa disandang oleh anak-anak mereka kelak. Sehingga si lelaki akan diberikan marga
Dalam suku batak jika seorang laki-laki menikah dengan anak gadis bersuku betawi. Maka bagi lelaki dapat menggunakan marga kepada keturunannya. Lain halnya dengan perempuan menikah dengan yang bukan suku batak maka dengan sendirinya, perempuan akan mengikut kepada suku yang dibawa oleh suaminya.
Tapi mengingat tersebar luasnya bahkan lebih dari 300 suku tersebar di wilayah Indonesia. Tidak menutup kemungkinan akan banyak perempuan batak menemukan jodoh selain batak, apalagi para perantau. Dengan hal ini para tokoh adat terdahulu, membuat sebuah proses adat yang diberi nama upacara adat Mangalehen Marga (Memberikan Marga) kepada pihak laki-laki atau perempuan. Manfaat dari upacara mangalehen marga agar nantinya keturunan keluarga yang diberi marga dapat membawa adat istiadat dari suku batak.
Dalam upacara adat “Mangalehen Marga” atau memberi marga kepada pihak lelaki. Tidak semudah itu. Ada beberapa tahap yang harus dilewati. Yang pertama keluarga besar perempuan akan mengutus kepalan keluarga, untuk menginformasikan kepada Raja-Raja adat. Kemudian raja-raja adat akan menanyai struktur silsialah kekeluargaan si perempuan. Karena nantinya marganya si lelaki harus sama dengan marga pariban si perempuan. Dan ditentukanlah bahwa si lelaki akan diberikan marga Dalimunthe dari desa Sisundung Kabupaten Tapanuli Selatan Provinsi Sumatera Utara.
Upacara adat mangalehen marga telah ditetapkan, keluarga besar kedua mempelai berkumpul di bagas godang (Rumah Utama) pemilik marga Dalimunthe yang akan diberikan kepada si lelaki . Tokoh-tokoh Raja-raja adat yang akan menobatkan si lelaki ikut berkumpul. Sipemiliki rumah yang menjadi Raja Dalimunthe, dan juga Nyonya dalimunthe, serta keluarga besar ikut bersuka duka mengikuti prosesi pemberian marga silelaki.
Kata sambutan yang pertama diurutkan dari para petuah raja adat, dimana disini ketika memberikan kata sambutan yang ditujukan kepada si lelaki menyebutkan nama lengkap dengan menautkan kata calon marga dalimunthe. Sampai seluruh para tokoh adat telah memberikan wejangan baik tentang aturan-aturan yang akan diikuti oleh si lelaki jika sudah menjadi suku batak nantinya.
Selanjutnya kata sambutan disampaikan oleh tuan rumah si pemilik marga Dalimunthe, yang menyatakan kesiapannya menerima anggota baru, si lelaki menjadi anak dalam garis marga batak. Dan meminta ijin keikhlasan kepada ayah ibu kandung si lelaki dalam menerima marga Dalimunthe dalam kehidupan kedepannya, dengan tidak melepaskan suku luhurnya terdahulu yaitu asli suku betawi.
Puncak acara Adat adalah si Nyonya Dalimunthe memberikan Indahan upa-upa. Indahan upa-upa adalah nasi nampan, yang di alas daun pisang dan ulos batak, lauk pauk bermacam-macam, yang setiap jenis lauk memilki makna, paling atas indahan upa-upa ada telor bulat dan garam. Nyonya Dalimunthe memberikan suapan pertama kepada lelaki yang sudah disambut hangat menjadi bagian keluarga Dalimunthe, dan sudah disahkan lelaki bersuku betawi telah menyandang marga Dalimunthe kedepannya, dengan kata “HORAS” dari seluruh undangan utamanya para raja-raja.
Adat istiadat menangandung nilai-nilai luhur yang berasal dari nenek moyang sehingga menjadi pedoman dalam kehidupan sehari-hari bagi masyarakatnya. Kita harus menghargai adat istiadat tiap daerah di mana pun kita berada.
Sekian semoga bermanfaat, dan menjadi pengetahuan baru bagi kita semua.
Jazakumulloh khoiron katsiron.